Puncak Akhir Rangkaian Dalam Hukum Acara Pidana

Halo Sobat Hukum! Kita kenalan dulu yuk dengan serangkaian dalam hukum acara pidana itu seperti apa. Ada yang tau ga nih? Kita kupas lebih dalam mengenai 'Puncak Akhir Rangkaian Dalam Hukum Acara Pidana'.

A. ISI PUTUSAN PENGADILAN

Putusan Pengadilan dapat diartikan sebagai puncak akhir atau kulminasi dari keseluruhan rangkaian dalam hukum acara. Sebagaimana yang tertera dalam Pasa 1 angka 11 KUHAP mengenai Putusan Pengadilan bahwa “Pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal ini serta menurut cara yang diatur dalam  undang-undang ini”. Pernyataan hakim mengandung makna bahwa seorang hakim telah menemukan hukumnya yang menjadi dasar pemidanaan bebas atau telah lepas dari segala tuntutan hukum. Jadi putusan sendiri dapat dimaknai dengan perwujudan dari penemuan hukum oleh hakim, dimana harus berdasarkan atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam sidang pengadilan, hal ini yang menyebabkan pula seorang hakim dalam merumuskan keputusannya harus melakukan musyawarah terlebih dahulu dalam hal peemeriksaan dilakukan dengan hakim majelis dan musyawarah tersebut harus pula didasarkan pada apa yang didakwakan dan yang telah dibuktikan.

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 KUHAP, isi putusan memuat hal-hal sebagai berikut :

a.  Putusan Bebas (Vrijspraak/Acquittal);

KUHAP telah menerangkan mengenai putusan bebas yakni dalam Pasal 191 Ayat (1) yang menegaskan bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atau perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas”. Jika dalam ketentuan a quo dihubungkan dengan pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negative wettelijk bewijstheorie) sebagaimana Pasal 183 KUHAP maka pada umumnya putusan bebas didasarkan pada penilaian dan pendapat hakim yaitu :

§   Mengenai kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak terbukti, semua alat bukti yang diajukan di persidangan baik berupa keterangan saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, maupun keterangan terdakwa sendiri tidak dapat membuktikan terhadap kesalahan yang didakwakan, berarti perbuatan yang didakwakan tidak secara sah dan meyakinkan karea menurut hakim semua alat bukti yang diajukan tersebut tidaklah cukup atau dengan kata lain tidak memadai untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, atau

§   Hakim secara nyata menilai bahwa pembuktian kesalahan yang didakwakan tidak memenuhi batas minimum dalam pembuktian. Misalnya alat bukti yang diajukan dipersidangan banyak hanya terdiri dari seorang saksi saja, hal-hal seperti ini selain tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian tentu juga bertentangan dengan asas unus testis nullus testis atau seorang saksi bukanlah saksi, atau

§   Putusan bebas juga didasarkan atas penilaian adanya kesalahan yang terbukti, namun tidak didukung oleh keyakinan hakim, dimana dalam keadaan penilaian seperti ini putusan yang akan dijatuhkan pengaddilan adalah membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum.

 

b.  Putusan Lepas Dari Segala Tuntutan Hukum (Onstlag Van Recht Vervolging);

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau onstlag van recht vervolging diatur dalam ketentuan Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang menegaskan “jika pengadilan  berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbuti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diutus lepas dari segala tuntutan hukum”. Putusan lepas dapat terjadi disebabkan oleh karena :

§   Adanya peristiwa-peristiwa yang dalam surat dakwaan yang didakwakan kepada terdawa adalah terbukti, akan tetapi yang terang terbukti itu tidak merupakan suatu kejahatan atau pelanggaran maka terdakwa dalam putusan hakim harus dilepas dari segala tuntutan hukum,

§   Adanya peristiwa istimewa yang mengakibatkan bahwa terdakwa tidak dijatuhi suatu hukuman pidana menurut beberapa pasal dari kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) atau adanya alasan-alasan pemaaf yaitu seperti yang disebutkan dalam :

1.    Pasal 44 KUHP, kalau perbuatan terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya oleh karena penyakit jiwa.

2.    Pasal 45 KUHP yaitu perbuatan ppidana yang dilakukan anak dibawah umur.

3.    Pasal 48 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan terdorong oleh keadaan memaksa (overmacht).

4.    Pasal 49 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan berada dalam keadaan diserang oleh orang lain dan harus membela diri (noordeer).

5.    Pasal 50 KUHP, kalau terdawa melakukan perbuatan untuk menjalankan suatu peraturan dalam undang-undang atau,

6.    Pasal 51 KUHP, kalau terdakwa melakukan perbuatan untuk memenuhi suatu perintah yang diberikan secara sah oleh seseorang pejabat yang berkuasa dalam hal itu.

 

c.  Pemidanaan (Veroordeling);

Dalam hukum acara pidana, yang dimaksud dengan putusan pemidanaan ialah putusan yang telah membuktikan kesalahan terdakwa. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 193 Ayat 1 KUHAP yang menegaskan bahwa “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melaukan tinda pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Putusan pemidanaan ini merupakan kebalikan dari putusan bebas yang jia dihubungkan dengan teori pembuktian, maka putusan pemidanaan bermakna dengan terbuktinya kesalahan terdakwa yang didasarkan pada dua alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP ditambah dengan keyakinan hakim yang timbul dari kedua alat bukti tersebut.

Adapun hal-hal yang biasanya termuat dalam putusan pemidanaan ini yakni :

Ayat (1) : Surat putusan pemidanaan memuat :

a.  Kepala putusan yang dituliskan biasanya berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

b.  Berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa;

c.   Berisi dakwaan, sesuai dengan yang terdapat dalam surat dakwaan;

d.  Berisi pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang telah diperoleh dari pemeriksaan di persidangan yang selanjutnya menjadi penentu kesalahan terdakwa;

e.  Berisi tuntutan pidana, sebagaimana yang terdapat didalam surat tuntutan;

f.    Berisi pasal peraturan perundang-undangan yang selanjutnya menjadi dasar pemidanaan atau tindakan serta peraturan perundang-undangan yang akan menjadi dasar hukum dari sebuah putusan disertai dengan keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

g.  Berisi ketentuan hari dan tanggal diadakannya musyawarah oleh majelis hakim kecuali dalam perkara yang diperiksa oleh hakim tunggal;

h.  Berisi pernyataan kesalahan terdakwa yang dimana pernyataan tersebut telah terpenuhi keseluruan unsur dalam rumusan tindak pidana yang disertai pula dengan kualifikasi dan pemidanaan ataupun suatu tindakan yang telah dijatuhkan;

i.    Berisi ketentuan kepada siapa biaya perkara tersebut dibebankan dengan menyebutkan pula jumlah yang pasti dan juga ketentuan mengenai barang bukti;

j.    Berisi keterangan bahwa keseluruhan surat pernyataan yang palsu atau keterangan-keterangan dimana letak kepalsuan apabila terdapat surat otentik yang dianggap palsu;

k.   Berisi perintah agar terdakwa ditahan atau tetap dalam tahaan atau dibebaskan;

l.    didalam putusan berisi ketentuan hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan juga nama panitera dalam persidangan.

Ayat (2) : apabila ketentuan dalam Ayat (1) Huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i,j,k, dan l tidak terpenuhi maka menyebabkan putusan dapat bata demi hukum;

Ayat (3) : putusan harus dilasankaan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

B. PENDAPAT BERBEDA DALAM PUTUSAN (DISSENTING OPINION)

Istilah pendapat berbeda tidak dikenal dalam peraturan-peraturan terdahulu. Istilah ini muncl setelah diterbitkannya UU No. 4 Tahun 2004 yang sekarang telah diubah menjadi UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Perbedaan pendapat tentu sangat mungkin terjadi sebagai konsekuensi paling umum dalam sebuah persidangan dengan susunan hakim majelis. Masing-masing ddari hakim yang memeriksa suatu perkara tentu memiliki keyakinan yang berbeda-beda terhadap suatu fakta dalam persidangan, dalam hal inilah terletak kkemandirian dan kebebasan yang dimiliki oleh hakim, keyakinan daalam memutus perkara yang tidak boleh dipengaruhi atau diintervensi oleh siapapun.

Dalam membentuk suatu keyakinan, seorag hakim harus dapat memberikan argumentasi dan penilaian yang didasarkan atas fakta dan juga pernyataan yang muncul dalam persidangan (asas judex debet judicare secundum allegata et probate), argumentasi dalam pengambilan sebuah putusan tentu merupakan sebuah bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, dan juga ilmu hukum atau doktrin dan juga kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Beratnya tanggungjawab yang diemban oleh seorang hakim dalam mengambil sebuah putusan menjadikan seorang hakim harus dapat berhati-hati dalam memutus suatu perkata yang sedang diperiksa dan juga tidak dapat bersembunyi dalam putusannya tersebut.

C. PUTUSAN PENGADILAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP (INCRACHT)

Putusan pengadilan yang berekuatan hukum tetap (Incracht van gewijsde) merupakan syarat wajib seseorang berstatus sebagai terpidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 32 KUHAP. Secara sederhana, putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tidak bisa lagi dilawan atau diganggu gugat dengan upaya huum biasa.

Putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap di tingan Pengadilan Negeri, apabila penasihat hukum dan jaksa penuntut umum dalam waktu tujuh hari tidak lagi melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi, namun apabila pihak penasihat hukuum atau jaksa penuntut umum dalam kurun waktu tersebut mengajukan banding maka putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap. Begitu juga apabila dalam kurun waktu empat belas hari baik penasihat hukum maupun jaksa penuntut umum melakukan upaya hukum kasasi maka putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap.


Desain by: Agus

Penulis by: Vina

Sumber : Buku 'Hukum Acara Pidana' Teori, Asas dan Perkembangannya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

Penulis Buku : Dr. Ramdhan Kasim, S.H., M.H. & Apriyanto Nusa, S.H., M.H.

Kamu bisa hubungi untuk melakukan konsultasi permasalahan kamu yang menyangkut Hukum ke Penasehat Hukum dari Safir Law Firm, Bapak Firmansyah, SH.

WA : 081353120777 - 087863261999

Email : safiralawofficeofficial@gmail.com

Alamat :

  1. Jalan Anggrek Cendrawasih 8 No.1 Palmerah Jakarta Barat, DKI Jakarta
  2. Jalan Kalimalang RT 015/07 Pondok Kelapa, Jakarta Timur
  3. Jalan Samudra No.24 Pasar Banyuasri Singaraja-Bali


"Sampai Jumpa di Legal Knowlede berikutnya, Sobat Hukum! "

Posting Komentar

0 Komentar