Hasil Lie Detector Menjadi Alat Bukti Perkara Pidana?

Halo Sobat Hukum!, Kali ini kita membahas mengenai Lie Detector, karena banyak sekali orang ada yang setuju atau tidak setuju jika alat ini dijadikan alat bukti. Mungkin kita masih berpikir apakah iya?, untuk itu kita bahas yuk!

Lie Detector atau disebut Uji Poligraf, merupakan gabungan dari alat kesehatan untuk mendeteksi seseorang, apakah berkata bohong atau jujur.

Alat pendeteksi kebohongan atau seringkali disebut Lie Detector, biasanya digunakan dalam membantu pihak penyidik dalam melakukan pemeriksaan tindak pidana, serta tindak pidana lain agar penyidikan dapat berjalan maksimal.

Tak hanya itu, alat yang disebut Uji Poligraf ini digunakan untuk menguji kebenaran atau bahkan kebohongan yang disampaikan pelaku kejahatan.

Lie Detector juga bisa menjadi alat pencari kebenaran dengan pendekatan scientific investigation atau investigasi ilmiah dalam menyidik dan melengkapi berkas suatu perkara. Sehingga, akan menghasilkan sebuah analisis penyidikan secara ilmiah, objektif, transparan, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan begitu, polisi akan terbantu dalam menentukan tersangka sebuah kejahatan dan memutuskan apakah perlu bagi polisi untuk menggali informasi lebih dalam tentang seseorang, atau mencari calon tersangka lain.

Lie Detector bekerja dengan mengukur perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh, misalnya jumlah helaan napas, detak jantung, tekanan darah hingga reaksi mendadak pada kulit.

Jika mengalami perubahan dari tingkat normal, atau adanya perbedaan dan fluktuasi, maka ini bisa mengindikasikan seseorang berbohong.

Untuk mengetahui reaksi tekanan darah dan jantung, alat dipasang di pergelangan tangan. Untuk mengetahui reaksi ritme atau laju pernapasan, alat ditempelkan di dada dan perut. Sementara, untuk mengetahui reaksi keringat atau aktivitas elektrodermal, alat ditempelkan di jari-jari tangan.

Lantas Bagaimana jika Lie Detector itu bisa dijadikan bukti perkara pidana?

Pada dasarnya ini menjadi perdebatan yang begitu lama oleh aktifis hukum, baik Pro maupun Kontra keduanya ini memberikan argumen saling tak terpatahkan, bisa-bisa kita pusing tujuh keliling. Tapi tenang kita uraikan satu-persatu.

Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian.

Menurut Stacia Febby Pricillia, S.H. Mitra dari Hukum Online.com bahwa alat uji kebohongan tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti dalam persidangan pidana. Penggunaan alat uji kebohongan hanya berkedudukan sebagai instrumen bagi penyidik dalam membuat terang suatu tindak pidana serta dapat membantu efisiensi kinerja penyidik. Dengan demikian, hasil dari lie detector tidak diakui sebagai alat bukti, melainkan hanya sebagai sarana interogasi.

Disamping itu bersama Bapak Firmansyah, SH. selaku Pengacara Safir Law Firm akan memberikan opini mengenai topik yang kita bahas melalui video Youtube berikut ini.


Bagaimana, sudah paham kan ? Jika kamu ada pertanyaan bisa tinggalkan di kolom komentar ya, nanti mimin bahas sesuai dengan data kongkrit pendukung lainnya.

Kamu bisa hubungi untuk melakukan konsultasi permasalahan kamu yang menyangkut Hukum ke Penasehat Hukum dari Safir Law Firm, Bapak Firmansyah, SH.

WA : 081353120777 - 087863261999

Email : safiralawofficeofficial@gmail.com

Alamat :

1.     Jalan Anggrek Cendrawasih 8 No.1 Palmerah Jakarta Barat, DKI Jakarta

2.     Jalan Kalimalang RT 015/07 Pondok Kelapa, Jakarta Timur

3.     Jalan Samudra No.24 Pasar Banyuasri Singaraja-Bali

 

"Sampai Jumpa di Legal Knowledge berikutnya, Sobat Hukum! "


Editing & Desain : Agus

Posting Komentar

0 Komentar