Safir Law News - Mantan Kadiv Propam
Polri, Ferdy Sambo tetap
divonis mati oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Upaya untuk memperingan
hukumannya kandas di tangan majelis hakim banding.
"Menguatkan
Putusan pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata hakim PT DKI Jakarta,
Rabu (12/4).
Majelis hakim menilai
putusan pengadilan tingkat pertama sudah benar. Hakim banding menilai, Sambo
bersalah melakukan pembunuhan berencana dan berupaya mengaburkan peristiwa
penembakan tersebut. Sebagaimana pasal 340 KUHP dan Pasal 49 juncto Pasal 33 UU
ITE.
Sambo dinilai terbukti
bersama-sama dengan istrinya Putri Candrawathi, mantan sopirnya Kuat Ma'ruf,
mantan ajudannya Ricky Rizal, dan mantan ajudannya Richard Eliezer
menghilangkan nyawa mantan ajudannya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Vonis yang dibacakan
oleh majelis hakim dilakukan tanpa kehadiran terdakwa di ruangan sidang.
Banding ini diajukan
oleh jaksa dan juga pihak Sambo selaku terdakwa. Jaksa menyatakan dalam memori
bandingnya, putusan PN Jakarta Selatan sudah sesuai, karena sudah mengakomodir
seluruh tuntutan jaksa dalam menjatuhkan vonis terhadap Sambo.
Sementara banding yang
diajukan pihak Sambo, dikarenakan sejumlah alasan. Salah satunya, soal penuntut
umum dinilai diskriminatif dalam mengajukan banding.
"Penuntut umum
menjalankan tugasnya bersifat diskriminatif dalam melakukan wewenangnya,"
kata hakim membacakan memori banding jaksa.
Hal tersebut bukan
tanpa sebab. Pihak Sambo menilai kepada Sambo dkk jaksa mengajukan banding.
Sementara kepada Eliezer tidak, padahal hukuman dia jauh di bawah tuntutan
jaksa.
Kemudian, jaksa juga
dinilai tidak sungguh-sungguh dalam mengajukan banding ini. Selain itu, vonis
ultra petita oleh PN Jaksel terhadap Sambo, dinilai tanpa pertimbangan yang
lengkap. Di sisi lain, hukuman mati masih menjadi problematika.
Lalu, dalam menjatuhkan
putusan, pengadilan tingkat pertama juga dinilai tidak independen, imparsial
dan tuntas, sebab adanya pemberitaan media masa, sosial, dan hoaks terkait
Sambo.
"Pemberitaan media
masa dan media sosial dan hoaks menyebabkan pengadilan tingkat pertama menjadi
tuntas, independen dan imparsial dalam memutus," kata hakim, melanjutkan
memori banding Sambo.
Kemudian, majelis hakim
PN Jaksel juga dinilai mengesampingkan alat bukti dan fakta di persidangan
terkait dengan memutus kasus Sambo.
Hakim Tak Sependapat
Memori Banding Sambo
Hakim menyatakan tidak
sepakat dengan memori banding Sambo. Salah satunya, menurut hakim banding,
hukuman mati masih berlaku sebagai hukum positif di Indonesia dan
konstitusional berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Secara normati
hukuman mati masih berlaku sebagai hukum positif di Indonesia, hingga saat ini.
Bahkan hukuman mati masuk dalam UU KUHP yang baru," kata hakim banding.
Sementara hakim sepakat dengan memori banding jaksa.
Sumber: kumparanNEWS
0 Komentar