Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya (PART 3)

Pembuktian Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana

Pembuktian pelecehan seksual dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, menggunakan 5 macam alat bukti, yaitu:

  • keterangan saksi;
  • keterangan ahli;
  • surat;
  • petunjuk;
  • keterangan terdakwa.

Terkait saksi, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK 65/2010 memperluas makna definisi saksi dalam KUHAP, sehingga yang dimaksud dengan saksi termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (hal. 92).

Sehingga, dalam hal terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et Repertum. Menurut Kamus Hukum oleh J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo, Visum et Repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.

Meninjau pada definisi di atas, maka Visum et Repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP. Penggunaan Visum et Repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP.

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, hakim yang akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.

Desain by: Agus

Langkah Hukum Jika Menjadi Korban Pelecehan Seksual

  • Menghubungi Orang Terpercaya

Pertama-tama, korban pelecehan seksual dapat terlebih dahulu menghubungi keluarga terdekat atau kerabat terpercaya guna memberitahukan kejadian tersebut. Mungkin bagi sebagian korban, terasa sulit untuk menceritakan kembali kejadian pelecehan seksual yang dialami dengan berbagai kondisi takut, cemas, trauma, dan lain-lain. Namun demikian, korban pelecehan seksual tetap memerlukan support dari orang terpercaya.

  • Laporkan Tindakan Tersebut Ke Polisi

Korban dapat mendatangi kantor kepolisian terdekat di sekitar tempat tinggal, korban juga bisa membawa kerabat maupun keluarga yang sebelumnya telah mengetahui kronologi kejadian secara lengkap. Jika pelecehan seksual berupa tindakan fisik, korban wajib melaporkan kasus tersebut sesegera mungkin karena berkaitan dengan proses Visum et Repertum untuk alat bukti. Dalam hal pelecehan seksual di transportasi umum terjadi, korban dapat segera melaporkan pelaku pada petugas transportasi umum terdekat.

  • Menunggu Hasil Penyidikan

Proses ini membutuhkan kesabaran ekstra di dalamnya. Pasalnya, dalam praktiknya, dibutuhkan waktu kurang lebih selama 3 bulan untuk melanjutkan kejadian tersebut ke meja hijau dan memulai persidangan pertama hingga pelaku dijerat menggunakan pasal pelecehan seksual.

  • Hilangkan Rasa Trauma

Langkah lainnya yang tak kalah penting adalah menghilangkan atau mengatasi rasa trauma, takut, cemas pasca kejadian pelecehan seksual. Korban dapat mencari bantuan konseling ke psikolog atau dokter guna mengembalikan kondisi mental.


Kamu bisa hubungi untuk melakukan konsultasi permasalahan kamu yang menyangkut Hukum ke Penasehat Hukum dari Safir Law Firm, Bapak Firmansyah, SH.

WA : 081353120777 - 087863261999

Email : safiralawofficeofficial@gmail.com

Alamat :

1.     Jalan Anggrek Cendrawasih 8 No.1 Palmerah Jakarta Barat, DKI Jakarta

2.     Jalan Kalimalang RT 015/07 Pondok Kelapa, Jakarta Timur

3.     Jalan Samudra No.24 Pasar Banyuasri Singaraja-Bali


Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

 

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010.

 

Referensi:

J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

[1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

[2] Pasal 79 ayat (1) huruf c UU 1/2023

[3] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

[4] https://www.hukumonline.com/klinik/a/pidana-pasal-pelecehan-seksual-cl3746/

Posting Komentar

0 Komentar